Kamis, 17 November 2016

APA ITU CANTRANG...????

        Pukat  tarik cantrang merupakan alat penangkap  ikan berkantong  tanpa alat pembuka  mulut  pukat  dengan  tali  selambar  yang  pengoperasiannya  di  dasar perairan dengan  cara melingkari  gerombolan  ikan, penarikan  dan pengangkatan pukat  (hauling) dari atas kapal.  Pukat  tarik cantrang  termasuk dalam klasifikasi pukat tarik berperahu (boat seines) dengan menggunakan simbol SV dan berkode ISSCFG 02.1.0, sesuai dengan International Standard Statistical Classification of Fishing Gears – FAO.  Selain itu, pukat tarik cantrang termasuk dalam klasifikasi pukat kantong (seine nets), sesuai dengan Statistik Penangkapan Perikanan Laut – Indonesia (BSN, 2006).
          Menurut Taufiq ( 2008)  cantrang juga merupakan  alat  tangkap  yang  digunakan  untuk menangkap  ikan demersal, dilengkapi dengan dua  tali penarik  yang  cukup panjang dan dikaitkan pada ujung sayap jaring.  Bagian utama dari alat  tangkap ini terdiri dari kantong, badan,  sayap  atau  kaki,  mulut  jaring,  tali  penarik  (warp),  pelampung  dan  pemberat .
               Sedangkan  bagian-bagian konstruksi pukat tarik cantrang menurut Badan Standardisasi Nasional  (2006) adalah sebagai berikut: 1)Sayap/kaki pukat (wing) ,2) Badan pukat (body)  3)  Kantong pukat (cod end),4) Panjang total pukat, 5) Keliling mulut pukat (circumference of the net mouth, 6)  Danleno  7)  Tali ris atas (head rope) 8)  Tali ris bawah (ground rope) 9)  Tali selambar (warp rope) 10)  Panel jaring (seam) , 10)  Panel jaring (seam).
           Prinsip pengoperasian pukat kantong ( cantrang ) ini adalah dengan menggunakan  tali selambar untuk membuat  jaring  terbuka dan menggiring ikan ke arah kantong jaring.  Berawal dari pukat pantai (beach seine), dan  kemudian berkembang  dengan  metode  pemasangan  jaring  dari  atas  kapal yang berjang-kar dengan  tali  yang panjang dan kemudian diangkat ke  atas kapal dengan tenaga manusia (Thomson, 1969).
          Jadi pukat tarik cantrang dioperasikan di dasar perairan dengan cara melingkari kawanan  ikan  dengan  tali  selambar  yang  panjang. Penarikan  tali  selambar bertujuan  untuk menarik  dan mengangkat  pukat  tarik  cantrang  ke  atas  geladak perahu/kapal. Penarikan tali  selambar  dengan  menggunakan  permesin-an penangkapan (fishing machinery) yang berupa permesinan kapstan/ gardan(winch). Pengoperasian pukat  tarik cantrang dilakukan  tanpa menghela di belakang kapal (kapal  dalam  keadaan  berhenti), dan tanpa  menggunakan  papan  rentang  (otter board) atau palang rentang (beam) (BSN, 2006).

2.1.2.   Nelayan  Menangkap Ikan Menggunakan  Alat Cantrang
          Dalam  undang- undang  Republik  Indonesia Nomor  31  tahun  2004  tentang  Perikanan,  nelayan  didefinisikan  sebagai  orang  yang  mata  pencaha-riannya melakukan penangkapan ikan. Nelayanlah yang sering menggunakan  cantrang sebagai alat penangkap ikan. 
     Jumlah  kapal  ikan  dengan  alat  tangkap cantrang yang  dilarang  sesuai  peraturan  sebanyak  10.758 unit.  Jumlah  itu  mencakup (41,25%) dari jumlah kapal perikanan di Jawa Tengah). Produksi  tangkapan  tercatat  dari jumlah  kapal  tersebut  adalah  sebanyak 60.396,1  ton  (27,26%)  dari  produksi perikanan  tangkap  tahun  2014  dan  jumlah Anak  Buah  Kapal  (ABK)  120.966 orang nelayan (79,52%) (Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2013)
         Untuk mengoperasikan cantrang diperlukan tenaga (nelayan) sebanyak  3 - 4  orang dalam  setiap unit penangkapan  (Bambang, 2006). Aktivitas penangkapan
ikan dengan menggunakan pukat  tarik  cantrang merupakan  jenis pekerjaan yang
dominan  dilakukan  oleh  nelayan.

  

Gambar 1  Jenis Jaring Cantrang
                Pukat  tarik  cantrang  banyak  digunakan  oleh  nelayan  skala  kecil  dan  skala menengah,  dengan  daerah  penangkapan  di  seluruh  wilayah  perairan  Indonesia. Ukuran besar kecilnya pukat tarik cantrang (panjang total x keliling mulut jaring) sangat beragam,  tergantung dari ukuran  tonage kapal dan daya motor penggerak kapal.  Pengoperasian  pukat  tarik  cantrang,  kadang-kadang  dilengkapi  dengan  palang  rentang  (beam)  sebagai alat pembuka mulut  jaring.  Pengoperasian pukat tarik  cantrang  tidak  dihela  di  belakang  kapal  yang  sedang  berjalan  tetapi  dioperasikan dengan kapal dalam keadaan berhenti (BSN, 2006).

2.1.3.      Kerusakan Habitat Akibat Penangkapan dengan Cantrang
Penangkapan dengan menggunakan Trawl dan Cantrang tidak selektif dengan komposisi hasil tangkapan yang menangkap semua ukuran ikan, udang, kepiting, serta biota lainnya, menyebabkan biota-biota yang belum matang gonad dan memijah tidak dapat berkembang biak menghasilan individu baru. Ikan, udang, kepiting, dan biota perairan lainnya umumnya dapat menghasilkan ratusan, ribuan, sampai ratusan ribu telur dan calon individu baru. Jika biota ini sudah tertangkap pada saat berukuran kecil atau belum memijah, maka kita mengor-bankan ratusan ribu sampai jutaan ikan, udang, kepiting. http://dema.faperta. ugm.ac.id/2016/05/16/menilik-pelarangan-alat-tangkap-cantrang-per-2017
Alat tangkap cantrang memiliki sifat non-selektif, apapun yang ada di mulut jaring akan masuk ke dalam, terlebih dengan mata jaring yang berukuran 1,5 inci yang menyebabkan ikan-ikan kecil tidak dapat meloloskan diri dan berdampak pada keberlanjutan sumberdaya ikan karena ikan kecil tidak diberi kesempatan untuk tumbuh dan memperbanyak spesiesnya. Hal ini bersimpangan dengan pera-turan KKP yang berlaku yaitu besar mata jaring yang diperbolehkan adalah 2 inci. Walaupun cantrang memiliki produktivitas yang tinggi, namun tetap saja cantrang tidak baik dioperasikan karena bersifat tidak ramah lingkungan. (Muhammad, S, dkk.1997 ).
Kondisi ini menyebabkan depresi stok atau pengurangan stok sumber daya ikan, hasil tangkapan akan semakin berkurang dan berdampak merusak . Menurut
R.T.Cahyani ( 2013) dampak tersebut adalah :
1)        Biota yang dibuang  dari penangkapan ikan cantrang akan mengacaukan data perikanan karena tidak tercatat sebagai hasil produksi perikanan. Analisis stok sumber daya perikanan menjadi kacau.
2)        Cantrang  mengganggu dan merusak habitat biota pada dasar perairan.Dasar perairan adalah habitat penting di laut karena terdiri dari ekosistem terumbu karang, lamun, dan substrat pasir atau lumpur.
3)        Biota-biota yang tidak ikut tertangkap akan terganggu cara hidupnya sehingga regenerasi juga akan terganggu serta tidak bisa berkembang biak dengan baik untuk menghasilkan individu baru yang bisa ditangkap oleh nelayan.


          Gambar 2    Ngeri Melihat Hasil Tangkapan Dengan Cantrang

Data statistik Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), menyebut jumlah alat tangkap trawl dan cantrang sekitar 91.931 unit pada tahun 2011. Kemudian nelayan kecil tanpa perahu, perahu tanpa mesin, dan perahu mesin tempel berjumlah 396.724 nelayan, yang beroperasi di jalur 0-12 mil sama dengan wilayah penangkapan trawl dan cantrang. Jika dihitung dengan anggota keluarga nelayan kecil ini seperti asumsi KNTI, maka ada sekitar 2 juta keluarga nelayan kecil di seluruh Indonesia merasakan dampak kerugian tersebut.
Jadi penghapusan jaring Trawl dengan peraturan Kepres adalah “bahwa dalam pelaksanaan pembinaan kelestarian sumber perikanan dasar dan dalam rangka mendorong peningkatan produksi yang dihasilkan oleh para nelayan tradisional serta untuk menghindarkan terjadinya ketegangan-ketegangan sosial maka perlu dilakukan penghapusan kegiatan penangkapan ikan yang menggu-nakan jaring trawl”. Meskipun dalam Kepres ini tidak menyebut Cantrang, tetapi setelah tahun 1980, trawl dimodifikasi menjadi Cantrang agar tidak terjerat dengan peraturan ini (Badrudin dkk, 2010)


2.2.      Polemik  Kebijakan Pemerintah tentang Cantrang
Jumlah  kapal  ikan  dengan  alat  tangkap cantrang yang  dilarang  sesuai  peraturan  sebanyak  10.758 unit.  Jumlah  itu  mencakup (41,25%) dari jumlah kapal perikanan di Jawa Tengah). Produksi  tangkapan  tercatat  dari jumlah  kapal  tersebut  adalah  sebanyak 60.396,1  ton  (27,26%)  dari  produksi perikanan  tangkap  tahun  2014  dan  jumlah Anak  Buah  Kapal  (ABK)  120.966 orang nelayan (79,52%) (Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2013)
Berkembangnya penggunaan cantrang  merupakan lemahnya penegakan aturan selama ini yang harus dibayar mahal oleh pemerintah sekarang, karena banyaknya dampak buruk yang harus diperbaiki. Kerugian pengguna Trawl dan Cantrang, sama sekali tidak seimbang dengan kerugian yang telah dialami oleh bangsa selama ini. Kelestarian sumber daya perikanan dan pemanfaatan berkelanjutan untuk kemakmuran seluruh masyarakat Indonesia yang harus menjadi pertimbangan pertama dan utama.
         Karena itu pada tanggal 11 Februari 2016, Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti, mengeluarkan surat edaran Nomor : 72/MEN-KP/II/2016 tentang pembatasan penggunaan alat penangkapan ikan cantrang di Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) Negara Republik Indonesia. Di dalam surat edaran tersebut menerangkan bahwa pembatasan penggunaan alat penangkapan ikan cantrang tersebut dilaksanakan sampai 31 Desember 2016 dan setelahnya penggunaan alat tangkap cantrang akan dilarang. Pembatasan tersebut menyatakan bahwa nelayan tetap dapat menggunakan alat tangkap cantrang sampai 31 Desember 2016 Pemerintah memberikan toleransi kepada nelayan untuk tetap bisa melaut menggunakan alat penangkap ikan cantrang yang merupakan kelompok alat penangkap ikan pukat tarik (seine nets).
          Penggunaan alat penangkap ikan cantrang, tetapi dibatasi dengan beberapa syarat khusus, selain pengukuran ulang kapal, ketentuan lainnya yaitu, kapal cantrang hanya diperbolehkan beroperasi di wilayah pengelolaan perikanan provinsi tempat diterbitkannya SIPI (Surat Izin Penangkapan Ikan) dan SIKPI (Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan) kapal perikanan sampai dengan 12 mil dan tata cara pengoperasiannya berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP.06/MEN/2010 tentang Alat Penangkap Ikan di WPPNRI
Terbitnya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 2 Tahun 2015 Tentang Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela (Trawls) dan Pukat Tarik (Seine Nets), telah memicu serangkaian penolakan dalam bentuk pengerahan massa atau demonstrasi. Penolakan ini masih terjadi sampai saat ini oleh pihak pengusaha serta nelayan Pukat Hela dan Pukat Tarik.    
Beberapa informasi di media cetak dan elektronik mengenai demonstrasi penolakan dapat dilihat misalnya pada surat kabar Kompas.Com online (3 Maret 2015) yang memberitakan 1.000-an nelayan memblokade jalur Pantura yang memprotes kebijakan Menteri Susi.
Kemudian pada Detik.Com online (26 Februari 2015), nelayan dari Jawa Tengah dan beberapa lokasi sekitar Jakarta dan Jawa Barat meminta Ibu Susi lengser karena merugikan nelayan Cantrang.
Sebagian besar Pengurus Daerah Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) tidak setuju dengan kebijakan ini, meskipun belum ada pernyataan resmi penolakan dari Pimpinan Pusat HNSI.Alasan penolakan ini adalah faktor ekonomi nelayan yang selama menggunakan Cantrang atau bekerja di kapal Cantrang akan kehilangan mata pencaharian, serta beberapa pihak menyatakan kalau Cantrang bukan alat tangkap yang merusak, seperti yang disampaikan oleh HNSI Jawa Tengah (Jateng.Tribunnews.Com, 4 Maret 2015).
Aksi penolakan peraturan ini lebih banyak diberitakan,namun beberapa pihak menyetujui yaitu khususnya dari pihak pemerhati lingkungan seperti WWF-Indonesia, serta Greenpeace Indonesia yang disampaikan oleh Juru Kampanye Kelautan, Arifsyah Nasution yaitu sebaiknya Ibu Menteri membuka ruang diaolog dengan nelayan serta memberikan alternatif alat tangkap ikan yang ramah lingkungan dalam Tempo.Co (30 Januari 2015).
Kemudian nelayan dari HNSI Pangandaran, kampung halaman Ibu Susi, melakukan aksi tandingan dengan mendukung keputusan Menteri Susi (Penabahari.Com, 6 Februari 2015). Di Rembang pun HNSI mendukung keputusan pelarangan Trawl dan Cantrang ini (Radior2b.Com, 24 Januari 2015).
Tindakan pemerintah membiarkan polemik cantrang pada lebih dari sebulan terakhir, tidak dapat dibenarkan (Mongabay pada Senin, (16/03/2015). Sedikitnya 100 ribu jiwa terkena dampak langsung dan lebih 500 ribu jiwa lainnya terkena dampak tidak langsung akibat terhentinya aktivitas Anak buah kapal (ABK) kapal penangkap ikan

2.3.      Cara Pikir Nelayan
Dunia perikanan tangkap erat hubungannya dengan musim penangkapan. Dalam satu tahun penuh, hanya sepuluh bulan yang kurang lebih efektif untuk melaut bagi nelayan itu pun tidak selalu mendapatkan hasil tangkapan yang optimal. Sisanya, dua bulan merupakan musim paceklik yang merupakan kendala bagi nelayan yang sudah menjadi hal yang lumrah setiap tahunnya. Dari hal tersebut, seharusnya nelayan harus belajar dari pengalaman kejadian yang dapat dikatakan merupakan hal yang periodik terjadi setiap tahunnya (Kusnadi,2002).
Pola adalah bentuk atau patron atau model atau juga cara. Dengan demikian pola pikir itu sebenarnya adalah bentuk pikir atau cara kita berpikir yang disebut “ Mindset “ Kata Mindset terdiri atas dua kata yakni “mind” dan “set”.Mind merupakan sumber pikiran dan memori atau pusat kesadaran yg menghasilkan pikiran, perasaan, ide, dan menyimpan pengetahuan dan memori tentang segala macan hal-hal yang pernah dilakukan sendiri maupun kejadian apa saja yang dibaca, dilihat, dan dilakoni diri sendiri maupun orang lain. Sedangkan set adalah kepercayaan-kepercayaan yang mempengaruhi sikap seseorang; atau suatu cara berpikir yang menentukan prilaku dan pandangan, sikap dan masa depan se seorang.http://www.bibisnis.com/2015/07/petani-nelayan-harus-berpola-pikir pengusaha.
Dengan demikian MINDSET atau POLA PIKIR itu : adalah kepercayaan        (belief) atau sekumpulan kepercayaan  ( set of biliefs ) atau cara berpikir yg mem-pengaruhi prilaku (behavior) dan sikap (attitude) seseorang yg akhirnya menen-tukan level  keberhasilan ( nasib) hidupnya.
Cara berpikir seseorang dlm mewujudkan ide/pendapat/rencana/cita-citanya yang dalam pelaksanaannya dipengaruhi pula oleh perasaan / pandangannya ataupun sikap prilakunya ( attitude ) tentang sesuatu itu secara umum. Dengan kata lain pada suatu saat sikap seseorang itu dipengaruhi oleh perasaan atau emosinya.
Mengapa manusia sulit berubah pola pikirnya? Merubah pola pikir/ mindset seseorang hendaknya dengan cara lebih dahulu merubah kepercayaan atau keyakinannya ( bilief ). Mengapa bilief yang lebih dulu dirubah ?
Menurut Bill Gould Pakar Transformational Thingking bahwa Manusia terdiri atas 3 sistem :1).Sistem Prilaku  ( behavior system ),2) Sistem Berpikir  ( Thingking system ), 30 Sistem Kepercayaan  ( Belief system ).
Sistem Prilaku / Behavior System adalah cara kita berinteraksi dengan dunia luar, juga interaksi kita dengan realitas sebagaimana kita mengerti realitas itu. Prilaku mempengaruhi pengalaman dan sebaliknya, kemudian pengalaman mempengaruhi sistem berpikir kita. Itulah sebabnya apabila ada usaha seseorng utk merubah sistem prilaku kita, biasanya kita akan menolak & marah.
 Kemudian Sistem Berpikir ( Thingking System ) berlaku sebagai filter dua arah yang menerjemahkan berbagai kejadian atau pengalaman yang kita alami menjadi suatu kepercayaan. Selanjutnya kepercayaan ini akan mempengaruhi tindakan kita, sehingga menciptakan realitas bagi diri kita. Dengan mempelajari ketrampilan berpikir yang baru, kita dapat merubah sistem kepercayaan dan sistem prilaku kita. Sedangka Sistem Kepercayaan/Belief System adalah inti dari segala sesuatu yg kita yakini sebagai realitas, kebenaran, nilai hidup dan segala sesuatu yg kita tahu mengenai dunia ini.
Menurut UU No 45 tahun 2009 "Nelayan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan. Para nelayan umumnya tinggal di kawasan pesisir. Kawasan pesisir menjadi andalan sumber pendapatan masyarakat Indonesia. Dengan potensi yang unik dan bernilai ekonomi, maka wilayah pesisir dihadapkan pada ancaman yang tinggi pula, maka hendaknya wilayah pesisir ditangani secara khusus agar wilayah ini dapat dikelola secara berkelanjutan. Akan tetapi, yang menjadi hambatan dalam pengembangan potensi ekonomi adalah dalam hal keterbatasannya sumber daya manusia yang ada di sana. Hal ini disebabkan oleh kurangnya antusiasme masyarakat pesisir terhadap pendidikan (dalam hal ini untuk mengembangkan pengetahuan mereka).
Menurut pandangan nelayan, laut atau pesisir adalah seperti tempat hidupnya sendiri, karena disanalah mereka mencari sumber nafkah untuk mencukupi kebutuhan ekonomi mereka. Seperti makan sehari-hari, pendidikan anak, jajan anak, dll. Sehinga anak-anak merekapun ketika sudah beranjak remaja, mereka lebih memilih melaut. Menurut mereka laut merupakan anugrah dari tuhan yang harus mereka syukuri. Karena itu merupakan kekayaan laut dari tuhan yang sudah disiapkan untuk para nelayan.http://freandana. blogspot.co.id/2012/03/pendidikan-bagi-masyarakat-pesisir-desa.html

14 komentar:

  1. Bagus. Informasinya sangat membantu.

    BalasHapus
  2. Saya setuju, diperlukan perubahan pola pikir nelayan untuk polemik ini. Semoga saja ke depannya tidak terjadi polemik semacam ini lagi.
    REMBANG BANGKIT

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, sudah seharusnya pemerintah lebih banyak melakukan sosialisasi.
      Terima kasih sudah berkunjung

      Hapus
  3. Informasi nya sgt membantu masy. yg krg tau mengenai polemik ini.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, artikel di blog ini memang ditujukan untuk memberikan informasi pada masyarakat, khususnya nelayan.

      Hapus