Pukat
tarik cantrang merupakan alat penangkap
ikan berkantong tanpa alat
pembuka mulut pukat
dengan tali selambar
yang pengoperasiannya di
dasar perairan dengan cara
melingkari gerombolan ikan, penarikan dan pengangkatan pukat (hauling) dari atas kapal. Pukat
tarik cantrang termasuk dalam
klasifikasi pukat
tarik berperahu (boat seines) dengan menggunakan simbol SV dan berkode ISSCFG
02.1.0, sesuai dengan International Standard Statistical Classification of Fishing
Gears – FAO. Selain itu, pukat tarik
cantrang termasuk dalam klasifikasi pukat
kantong (seine nets), sesuai dengan Statistik Penangkapan Perikanan Laut – Indonesia
(BSN, 2006).
Menurut Taufiq ( 2008) cantrang juga merupakan alat
tangkap yang digunakan
untuk menangkap ikan demersal,
dilengkapi dengan dua tali penarik yang
cukup panjang dan dikaitkan pada ujung sayap jaring. Bagian utama dari alat tangkap ini terdiri dari kantong, badan, sayap
atau kaki, mulut
jaring, tali penarik
(warp), pelampung dan pemberat
.
Sedangkan bagian-bagian konstruksi pukat tarik cantrang
menurut Badan Standardisasi Nasional (2006)
adalah sebagai berikut: 1)Sayap/kaki pukat (wing) ,2) Badan pukat (body) 3)
Kantong pukat (cod end),4) Panjang total pukat, 5) Keliling mulut pukat
(circumference of the net mouth, 6)
Danleno 7) Tali ris atas (head rope) 8) Tali ris bawah (ground rope) 9) Tali selambar (warp rope) 10) Panel jaring (seam) , 10) Panel jaring (seam).
Prinsip pengoperasian pukat kantong (
cantrang ) ini adalah dengan menggunakan
tali selambar untuk membuat
jaring terbuka dan menggiring
ikan ke arah kantong jaring. Berawal dari
pukat pantai (beach seine), dan kemudian
berkembang dengan metode
pemasangan jaring dari
atas kapal yang berjang-kar
dengan tali yang panjang dan kemudian diangkat ke atas kapal dengan tenaga manusia (Thomson,
1969).
Jadi pukat tarik cantrang dioperasikan
di dasar perairan dengan cara melingkari kawanan ikan
dengan tali selambar
yang panjang. Penarikan tali
selambar bertujuan untuk
menarik dan mengangkat pukat
tarik cantrang ke
atas geladak perahu/kapal.
Penarikan tali selambar dengan
menggunakan permesin-an penangkapan
(fishing machinery) yang berupa permesinan kapstan/ gardan(winch).
Pengoperasian pukat tarik cantrang
dilakukan tanpa menghela di belakang
kapal (kapal dalam keadaan
berhenti), dan tanpa
menggunakan papan rentang
(otter board) atau palang rentang (beam) (BSN, 2006).
2.1.2.
Nelayan
Menangkap Ikan Menggunakan Alat Cantrang
Dalam
undang- undang Republik Indonesia Nomor 31
tahun 2004 tentang Perikanan,
nelayan didefinisikan sebagai
orang yang mata
pencaha-riannya melakukan penangkapan ikan. Nelayanlah yang sering
menggunakan cantrang sebagai alat
penangkap ikan.
Jumlah kapal ikan
dengan alat tangkap cantrang yang dilarang
sesuai peraturan sebanyak
10.758 unit. Jumlah itu
mencakup (41,25%) dari jumlah kapal perikanan di Jawa Tengah). Produksi tangkapan
tercatat dari jumlah kapal
tersebut adalah sebanyak 60.396,1 ton
(27,26%) dari produksi perikanan tangkap
tahun 2014 dan
jumlah Anak Buah Kapal
(ABK) 120.966 orang nelayan
(79,52%) (Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2013)
Untuk
mengoperasikan cantrang diperlukan tenaga (nelayan) sebanyak 3 - 4 orang
dalam setiap unit penangkapan (Bambang, 2006). Aktivitas
penangkapan
ikan
dengan menggunakan pukat tarik cantrang merupakan jenis pekerjaan yang
dominan dilakukan
oleh nelayan.
Gambar 1 Jenis Jaring Cantrang
Pukat tarik
cantrang banyak digunakan
oleh nelayan skala
kecil dan skala menengah, dengan
daerah penangkapan di
seluruh wilayah perairan
Indonesia. Ukuran besar kecilnya pukat tarik cantrang (panjang total x
keliling mulut jaring) sangat beragam,
tergantung dari ukuran tonage
kapal dan daya motor penggerak kapal. Pengoperasian pukat tarik cantrang,
kadang-kadang dilengkapi dengan palang
rentang (beam) sebagai alat pembuka mulut jaring.
Pengoperasian pukat tarik
cantrang tidak dihela
di belakang kapal
yang sedang berjalan
tetapi dioperasikan dengan kapal
dalam keadaan berhenti (BSN, 2006).
2.1.3.
Kerusakan
Habitat Akibat Penangkapan dengan Cantrang
Penangkapan dengan menggunakan Trawl
dan Cantrang tidak selektif dengan komposisi hasil tangkapan yang menangkap
semua ukuran ikan, udang, kepiting, serta biota lainnya, menyebabkan
biota-biota yang belum matang gonad dan memijah tidak dapat berkembang biak
menghasilan individu baru. Ikan, udang, kepiting, dan biota perairan lainnya
umumnya dapat menghasilkan ratusan, ribuan, sampai ratusan ribu telur dan calon
individu baru. Jika biota ini sudah tertangkap pada saat berukuran kecil atau
belum memijah, maka kita mengor-bankan ratusan ribu sampai jutaan ikan, udang,
kepiting. http://dema.faperta.
ugm.ac.id/2016/05/16/menilik-pelarangan-alat-tangkap-cantrang-per-2017
Alat tangkap cantrang memiliki sifat
non-selektif, apapun yang ada di mulut jaring akan masuk ke dalam, terlebih
dengan mata jaring yang berukuran 1,5 inci yang menyebabkan ikan-ikan kecil
tidak dapat meloloskan diri dan berdampak pada keberlanjutan sumberdaya ikan
karena ikan kecil tidak diberi kesempatan untuk tumbuh dan memperbanyak
spesiesnya. Hal ini bersimpangan dengan pera-turan KKP yang berlaku yaitu besar
mata jaring yang diperbolehkan adalah 2 inci. Walaupun cantrang memiliki
produktivitas yang tinggi, namun tetap saja cantrang tidak baik dioperasikan
karena bersifat tidak ramah lingkungan. (Muhammad,
S, dkk.1997 ).
Kondisi ini menyebabkan depresi stok
atau pengurangan stok sumber daya ikan, hasil tangkapan akan semakin berkurang
dan berdampak merusak . Menurut
R.T.Cahyani ( 2013) dampak tersebut
adalah :
1)
Biota yang dibuang dari penangkapan ikan cantrang akan
mengacaukan data perikanan karena tidak tercatat sebagai hasil produksi
perikanan. Analisis stok sumber daya perikanan menjadi kacau.
2)
Cantrang mengganggu dan merusak habitat biota pada
dasar perairan.Dasar perairan adalah habitat penting di laut karena terdiri
dari ekosistem terumbu karang, lamun, dan substrat pasir atau lumpur.
3)
Biota-biota yang tidak ikut
tertangkap akan terganggu cara hidupnya sehingga regenerasi juga akan terganggu
serta tidak bisa berkembang biak dengan baik untuk menghasilkan individu baru
yang bisa ditangkap oleh nelayan.
Gambar
2 Ngeri Melihat Hasil Tangkapan Dengan
Cantrang
Data statistik Kementerian Kelautan
dan Perikanan (KKP), menyebut jumlah alat tangkap trawl dan cantrang sekitar
91.931 unit pada tahun 2011. Kemudian nelayan kecil tanpa perahu, perahu tanpa
mesin, dan perahu mesin tempel berjumlah 396.724 nelayan, yang beroperasi di
jalur 0-12 mil sama dengan wilayah penangkapan trawl dan cantrang. Jika
dihitung dengan anggota keluarga nelayan kecil ini seperti asumsi KNTI, maka
ada sekitar 2 juta keluarga nelayan kecil di seluruh Indonesia merasakan dampak
kerugian tersebut.
Jadi penghapusan jaring Trawl dengan
peraturan Kepres adalah “bahwa dalam pelaksanaan pembinaan kelestarian sumber
perikanan dasar dan dalam rangka mendorong peningkatan produksi yang dihasilkan
oleh para nelayan tradisional serta untuk menghindarkan terjadinya ketegangan-ketegangan
sosial maka perlu dilakukan penghapusan kegiatan penangkapan ikan yang menggu-nakan
jaring trawl”. Meskipun dalam Kepres ini tidak menyebut Cantrang, tetapi
setelah tahun 1980, trawl dimodifikasi menjadi Cantrang agar tidak terjerat dengan
peraturan ini (Badrudin dkk, 2010)
2.2.
Polemik
Kebijakan Pemerintah tentang Cantrang
Jumlah kapal
ikan dengan alat
tangkap cantrang yang dilarang sesuai
peraturan sebanyak 10.758 unit.
Jumlah itu mencakup (41,25%) dari jumlah kapal perikanan
di Jawa Tengah). Produksi tangkapan tercatat
dari jumlah kapal tersebut
adalah sebanyak 60.396,1 ton
(27,26%) dari produksi perikanan tangkap
tahun 2014 dan
jumlah Anak Buah Kapal
(ABK) 120.966 orang nelayan
(79,52%) (Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2013)
Berkembangnya penggunaan
cantrang merupakan lemahnya penegakan
aturan selama ini yang harus dibayar mahal oleh pemerintah sekarang, karena
banyaknya dampak buruk yang harus diperbaiki. Kerugian pengguna Trawl dan
Cantrang, sama sekali tidak seimbang dengan kerugian yang telah dialami oleh
bangsa selama ini. Kelestarian sumber daya perikanan dan pemanfaatan
berkelanjutan untuk kemakmuran seluruh masyarakat Indonesia yang harus menjadi
pertimbangan pertama dan utama.
Karena itu pada tanggal 11 Februari
2016, Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti, mengeluarkan surat
edaran Nomor : 72/MEN-KP/II/2016 tentang pembatasan penggunaan alat penangkapan
ikan cantrang di Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) Negara Republik Indonesia.
Di dalam surat edaran tersebut menerangkan bahwa pembatasan penggunaan alat
penangkapan ikan cantrang tersebut dilaksanakan sampai 31 Desember 2016 dan
setelahnya penggunaan alat tangkap cantrang akan dilarang. Pembatasan tersebut
menyatakan bahwa nelayan tetap dapat menggunakan alat tangkap cantrang sampai
31 Desember 2016 Pemerintah memberikan toleransi
kepada nelayan untuk tetap bisa melaut menggunakan alat penangkap ikan cantrang
yang merupakan kelompok alat penangkap ikan pukat tarik (seine nets).
Penggunaan
alat penangkap ikan cantrang, tetapi dibatasi dengan beberapa syarat khusus,
selain pengukuran ulang kapal, ketentuan lainnya yaitu, kapal cantrang hanya
diperbolehkan beroperasi di wilayah pengelolaan perikanan provinsi tempat
diterbitkannya SIPI (Surat Izin Penangkapan Ikan) dan SIKPI (Surat Izin Kapal
Pengangkut Ikan) kapal perikanan sampai dengan 12 mil dan tata cara
pengoperasiannya berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor
KEP.06/MEN/2010 tentang Alat Penangkap Ikan di WPPNRI
Terbitnya
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 2 Tahun 2015 Tentang Larangan
Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela (Trawls) dan Pukat Tarik (Seine
Nets), telah memicu serangkaian penolakan dalam bentuk pengerahan massa atau
demonstrasi. Penolakan ini masih terjadi sampai saat ini oleh pihak pengusaha
serta nelayan Pukat Hela dan Pukat Tarik.
Beberapa
informasi di media cetak dan elektronik mengenai demonstrasi penolakan dapat
dilihat misalnya pada surat kabar Kompas.Com online (3 Maret 2015) yang
memberitakan 1.000-an nelayan memblokade jalur Pantura yang memprotes kebijakan
Menteri Susi.
Kemudian
pada Detik.Com online (26 Februari 2015), nelayan dari Jawa Tengah dan beberapa
lokasi sekitar Jakarta dan Jawa Barat meminta Ibu Susi lengser karena merugikan
nelayan Cantrang.
Sebagian
besar Pengurus Daerah Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) tidak setuju
dengan kebijakan ini, meskipun belum ada pernyataan resmi penolakan dari
Pimpinan Pusat HNSI.Alasan penolakan ini adalah faktor ekonomi nelayan yang
selama menggunakan Cantrang atau bekerja di kapal Cantrang akan kehilangan mata
pencaharian, serta beberapa pihak menyatakan kalau Cantrang bukan alat tangkap
yang merusak, seperti yang disampaikan oleh HNSI Jawa Tengah
(Jateng.Tribunnews.Com, 4 Maret 2015).
Aksi
penolakan peraturan ini lebih banyak diberitakan,namun beberapa pihak
menyetujui yaitu khususnya dari pihak pemerhati lingkungan seperti
WWF-Indonesia, serta Greenpeace Indonesia yang disampaikan oleh Juru Kampanye
Kelautan, Arifsyah Nasution yaitu sebaiknya Ibu Menteri membuka ruang diaolog
dengan nelayan serta memberikan alternatif alat tangkap ikan yang ramah
lingkungan dalam Tempo.Co (30 Januari 2015).
Kemudian
nelayan dari HNSI Pangandaran, kampung halaman Ibu Susi, melakukan aksi
tandingan dengan mendukung keputusan Menteri Susi (Penabahari.Com, 6 Februari
2015). Di Rembang pun HNSI mendukung keputusan pelarangan Trawl dan Cantrang
ini (Radior2b.Com, 24 Januari 2015).
Tindakan
pemerintah membiarkan polemik cantrang pada lebih dari sebulan terakhir, tidak
dapat dibenarkan (Mongabay pada Senin, (16/03/2015). Sedikitnya 100 ribu
jiwa terkena dampak langsung dan lebih 500 ribu jiwa lainnya terkena dampak
tidak langsung akibat terhentinya aktivitas Anak buah kapal (ABK) kapal
penangkap ikan
2.3.
Cara Pikir
Nelayan
Dunia
perikanan tangkap erat hubungannya dengan musim penangkapan. Dalam satu tahun
penuh, hanya sepuluh bulan yang kurang lebih efektif untuk melaut bagi nelayan
itu pun tidak selalu mendapatkan hasil tangkapan yang optimal. Sisanya, dua
bulan merupakan musim paceklik yang merupakan kendala bagi nelayan yang sudah
menjadi hal yang lumrah setiap tahunnya. Dari hal tersebut, seharusnya nelayan
harus belajar dari pengalaman kejadian yang dapat dikatakan merupakan hal yang
periodik terjadi setiap tahunnya (Kusnadi,2002).
Pola
adalah bentuk atau patron atau model atau juga cara. Dengan demikian pola pikir
itu sebenarnya adalah bentuk pikir atau cara kita berpikir yang disebut “
Mindset “ Kata Mindset terdiri atas dua kata yakni “mind” dan “set”.Mind merupakan sumber pikiran dan memori
atau pusat kesadaran yg
menghasilkan pikiran, perasaan, ide, dan menyimpan pengetahuan dan memori
tentang segala macan hal-hal yang pernah dilakukan sendiri maupun kejadian apa
saja yang dibaca, dilihat, dan dilakoni diri sendiri maupun orang lain.
Sedangkan set adalah kepercayaan-kepercayaan yang mempengaruhi sikap
seseorang; atau suatu cara berpikir yang menentukan prilaku dan pandangan,
sikap dan masa depan se seorang.http://www.bibisnis.com/2015/07/petani-nelayan-harus-berpola-pikir
pengusaha.
Dengan
demikian MINDSET atau
POLA PIKIR itu :
adalah kepercayaan (belief) atau sekumpulan
kepercayaan ( set of biliefs ) atau cara
berpikir yg mem-pengaruhi prilaku (behavior) dan sikap (attitude) seseorang yg
akhirnya menen-tukan level keberhasilan ( nasib) hidupnya.
Cara
berpikir seseorang dlm mewujudkan ide/pendapat/rencana/cita-citanya yang dalam
pelaksanaannya dipengaruhi pula oleh perasaan / pandangannya ataupun sikap
prilakunya ( attitude ) tentang sesuatu itu secara umum. Dengan kata lain pada
suatu saat sikap seseorang itu dipengaruhi oleh perasaan atau emosinya.
Mengapa manusia sulit
berubah pola pikirnya? Merubah pola pikir/ mindset
seseorang hendaknya dengan cara lebih dahulu merubah kepercayaan atau
keyakinannya ( bilief ). Mengapa bilief yang lebih dulu dirubah ?
Menurut
Bill Gould Pakar Transformational Thingking bahwa Manusia terdiri atas 3 sistem :1).Sistem Prilaku ( behavior
system ),2) Sistem Berpikir ( Thingking system ), 30 Sistem
Kepercayaan ( Belief system ).
Sistem
Prilaku / Behavior System adalah cara kita berinteraksi dengan dunia luar, juga
interaksi kita dengan realitas sebagaimana kita mengerti realitas itu. Prilaku
mempengaruhi pengalaman dan sebaliknya, kemudian pengalaman mempengaruhi sistem
berpikir kita. Itulah sebabnya apabila ada usaha seseorng utk merubah sistem prilaku
kita, biasanya kita akan menolak & marah.
Kemudian Sistem Berpikir ( Thingking System )
berlaku sebagai filter dua arah yang menerjemahkan berbagai kejadian atau
pengalaman yang kita alami menjadi suatu kepercayaan. Selanjutnya kepercayaan
ini akan mempengaruhi tindakan kita, sehingga menciptakan realitas bagi diri
kita. Dengan mempelajari ketrampilan berpikir yang baru, kita dapat merubah
sistem kepercayaan dan sistem prilaku kita. Sedangka Sistem Kepercayaan/Belief
System adalah inti dari segala sesuatu yg kita yakini sebagai realitas,
kebenaran, nilai hidup dan segala sesuatu yg kita tahu mengenai dunia ini.
Menurut UU No 45 tahun 2009
"Nelayan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan.
Para nelayan umumnya tinggal di kawasan pesisir.
Kawasan pesisir menjadi andalan sumber pendapatan masyarakat
Indonesia. Dengan potensi yang unik dan bernilai ekonomi, maka wilayah pesisir
dihadapkan pada ancaman yang tinggi pula, maka hendaknya wilayah pesisir
ditangani secara khusus agar wilayah ini dapat dikelola secara berkelanjutan.
Akan tetapi, yang menjadi hambatan dalam pengembangan potensi ekonomi adalah
dalam hal keterbatasannya sumber daya manusia yang ada di sana. Hal ini
disebabkan oleh kurangnya antusiasme masyarakat pesisir terhadap pendidikan
(dalam hal ini untuk mengembangkan pengetahuan mereka).
Menurut
pandangan nelayan, laut atau pesisir adalah seperti tempat hidupnya sendiri,
karena disanalah mereka mencari sumber nafkah untuk mencukupi kebutuhan ekonomi
mereka. Seperti makan sehari-hari, pendidikan anak, jajan anak, dll. Sehinga
anak-anak merekapun ketika sudah beranjak remaja, mereka lebih memilih melaut.
Menurut mereka laut merupakan anugrah dari tuhan yang harus mereka syukuri.
Karena itu merupakan kekayaan laut dari tuhan yang sudah disiapkan untuk para
nelayan.http://freandana.
blogspot.co.id/2012/03/pendidikan-bagi-masyarakat-pesisir-desa.html